bebaca.id, TENGGARONG – Upaya memberikan pengakuan yang adil dan menyeluruh terhadap keberadaan masyarakat hukum adat (MHA) terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), pendekatan partisipatif dan berlandaskan hak asasi manusia menjadi strategi utama dalam merumuskan langkah-langkah pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat, khususnya di Kecamatan Kedang Ipil.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Ekonomi Desa DPMD Kukar, Asmi Riyandi Elvandar, menegaskan bahwa DPMD tidak hanya sekadar menjadi fasilitator teknis dalam proses ini, tetapi juga berperan penting sebagai pengawal nilai-nilai keadilan sosial serta pengakuan atas keberagaman budaya lokal. “Dalam hal ini DPMD Kukar tidak hanya berperan sebagai fasilitator teknis, tetapi juga sebagai pengawal keadilan dan pelindung nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat adat,” ujarnya pada Senin (7/5/2025).
Elvandar menjelaskan bahwa proses penetapan wilayah adat bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Menurutnya, keputusan terkait status wilayah adat menyangkut hak-hak konstitusional masyarakat adat dan memerlukan verifikasi mendalam untuk menghindari konflik, terutama yang berkaitan dengan izin pemanfaatan lahan. “Penetapan wilayah adat membutuhkan kehati-hatian karena berpotensi tumpang tindih dengan perizinan kehutanan, pertambangan, atau pemanfaatan lain oleh pihak ketiga,” jelasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, DPMD Kukar tengah merancang pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) sebagai forum awal dalam mengidentifikasi dan mengkaji keberadaan masyarakat adat di Kedang Ipil. FGD ini akan menghadirkan perwakilan lintas sektor, termasuk dari kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta ATR/BPN.
Elvandar menyebut FGD tersebut tidak hanya berfungsi sebagai ruang kajian teknis, tetapi juga sebagai wadah dialog inklusif yang mengedepankan prinsip keadilan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal. “Kami ingin forum ini menjadi sarana dialog yang saling mendengarkan, bukan sekadar forum birokratis,” katanya.
Kegiatan FGD ini diharapkan dapat menghasilkan data dan rekomendasi yang valid untuk proses penetapan wilayah adat ke depan. Selain itu, partisipasi aktif dari masyarakat adat sendiri akan menjadi pilar utama dalam setiap keputusan yang diambil, agar hasilnya benar-benar mencerminkan aspirasi mereka.
Dengan pendekatan yang hati-hati dan menyeluruh, DPMD Kukar berharap proses ini menjadi langkah penting dalam memperkuat pengakuan hukum terhadap masyarakat adat di Kutai Kartanegara, sekaligus memperkecil potensi konflik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis kearifan lokal.
(Adv/DPMD/Kukar)
Penulis: Yusuf S A