Bebaca.id, Samarinda – Meski mencatatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Kalimantan dengan angka 78,2 pada akhir 2023, Kalimantan Timur masih dihadapkan pada tantangan besar berupa ketimpangan antarwilayah.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyebutkan bahwa pemerataan pembangunan manusia sangat penting agar setiap kabupaten dan kota dapat merasakan manfaat dari kemajuan tersebut. Ketimpangan terlihat jelas antara Mahakam Ulu, yang memiliki IPM terendah sebesar 69,59, dengan Kota Samarinda yang mencatatkan IPM tertinggi di angka 82,32.
“Tingginya IPM Kaltim perlu diimbangi dengan pemerataan pembangunan manusia di seluruh wilayah Kaltim,” ungkap Hasanuddin.
Menurutnya, kesenjangan ini harus menjadi perhatian utama, mengingat perbedaan kualitas hidup antara daerah yang maju dan tertinggal dapat menciptakan ketidakadilan yang semakin tajam.
Ketimpangan ini tidak hanya terlihat dalam hal IPM, tetapi juga dalam korelasi antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi dan tingkat kemiskinan yang tidak menunjukkan perbaikan signifikan.
Hasanuddin menegaskan, “Tingginya PDRB atau PDRB per kapita Kaltim tidak terkorelasi dengan rendahnya tingkat kemiskinan.”
Data 2022 menunjukkan bahwa Kaltim mencatatkan PDRB tertinggi di Kalimantan dan berada di posisi kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Namun, angka kemiskinan di provinsi ini pada 2023 masih mencapai 6,11 persen, tertinggi di wilayah Kalimantan.
Lebih lanjut, kemiskinan ekstrem di Kaltim yang mencapai 1,55 persen pada 2022 memperkuat fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menurunkan kemiskinan. Ia mengkritik bahwa program pembangunan yang dijalankan belum efektif untuk menurunkan angka tersebut.
“Diperlukan upaya memperkuat produktivitas masyarakat dan meningkatkan efektivitas program pengentasan kemiskinan,” tuturnya, menegaskan perlunya strategi baru dalam kebijakan pembangunan.
Masalah pengentasan kemiskinan tidak lepas dari proses perencanaan pembangunan daerah yang dinilai Hasanuddin masih belum berjalan optimal. Ia menyoroti bahwa DPRD Kaltim hanya memiliki otoritas terbatas dalam proses verifikasi, pemantauan, dan rekapitulasi usulan kegiatan yang masuk melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Sebanyak 724 surat usulan kegiatan hingga kini belum dapat diverifikasi secara optimal.
“Sebaiknya DPRD diberi otoritas lebih untuk melihat perkembangan usulan ini melalui SIPD, agar tidak hanya menjadi administrasi semata,” tambahnya.
Sebagai langkah konkret, ia meminta agar pemerintah provinsi menitikberatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim Tahun 2024-2029.
“Keseimbangan pembangunan harus mengacu pada indikator yang komprehensif, sehingga tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek lain seperti pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, dan pelestarian lingkungan hidup,” katanya menutup.
Dalam mengatasi tantangan ini, Hasanuddin berharap seluruh elemen masyarakat, DPRD, dan pemerintah daerah dapat bersinergi untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan begitu, Kaltim diharapkan bisa menjadi provinsi yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga mampu memberikan kesejahteraan merata bagi seluruh warganya. (Adv DPRD Kaltim/Adl).
Penulis : Dion