Bebaca.id, TENGGARONG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kutai Kartanegara (Kukar) mengambil langkah inovatif untuk mengatasi ancaman banjir yang kerap melanda permukiman di sepanjang aliran Sungai Belayan.
Proyek normalisasi sungai ini menjadi terobosan penting karena dilaksanakan tanpa menggunakan anggaran dari APBD atau APBN, melainkan dengan mengandalkan gotong royong berbagai elemen masyarakat.
Kepala BPBD Kukar, Setianto Nugroho Aji, menekankan bahwa proyek ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mengusung nilai moral yang memperkuat solidaritas masyarakat.
“Normalisasi Sungai Belayan ini sepenuhnya bergantung pada dukungan dari masyarakat lokal. Seluruh pihak telah menunjukkan komitmen luar biasa untuk mewujudkan gotong royong ini,” kata Setianto, Kamis (14/11/2024).
Setianto menambahkan bahwa inisiatif ini mencatat sejarah sebagai yang pertama di Kalimantan Timur yang berhasil dijalankan tanpa menggunakan dana pemerintah.
“Inisiatif ini membuktikan bahwa ketika masyarakat diberdayakan dengan baik, mereka mampu menyelesaikan tantangan di wilayah mereka sendiri,” ujarnya.
Kegiatan ini melibatkan berbagai elemen lokal, seperti pemerintah kecamatan dan desa, aparat kepolisian, TNI, hingga perusahaan-perusahaan di sekitar Sungai Belayan. Fokus pengerjaan akan diarahkan pada tiga lokasi yang menjadi titik rawan banjir, yaitu Desa Kelekat, Bukit Layang, dan Long Beleh Modang. Normalisasi sungai dijadwalkan mulai akhir November 2024.
Lanjutnya, kolaborasi erat antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan program ini.
“Persiapan sudah matang. Kami hanya tinggal menyelesaikan rapat teknis untuk membagi tugas dan memastikan dukungan dari mitra perusahaan. Setelah itu, kami akan langsung mulai pengerjaan di lapangan,” tambahnya.
Ia berharap proyek normalisasi ini dapat menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi banjir yang selama ini menjadi masalah utama di kawasan Sungai Belayan.
Penumpukan sedimentasi di Sungai Belayan telah memicu banjir yang semakin sering dan parah, terutama di Desa Kelekat. Ferdy, Kepala Urusan Umum desa tersebut, menjelaskan bahwa daerah yang sebelumnya aman dari banjir kini ikut tergenang setiap kali hujan deras melanda.
“Dulu, wilayah yang lebih tinggi tidak pernah tergenang air. Tapi sekarang, rumah-rumah kami kebanjiran setiap hujan. Setelah diperiksa, penyebabnya adalah endapan lumpur yang terus meningkat di sungai,” katanya.
Permasalahan ini telah mendorong warga Desa Kelekat dan Desa Bukit Layang untuk meminta Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) segera melakukan normalisasi Sungai Belayan. Namun, hingga kini, permintaan tersebut belum mendapat tanggapan memadai.
“Kami sudah memikirkan rencana normalisasi sungai, tetapi sampai saat ini belum menyampaikan usulan itu secara resmi kepada pemerintah kabupaten,” jelasnya.
Kondisi sedimentasi yang memburuk berdampak signifikan pada kehidupan warga, khususnya petani sawit dan nelayan. Para petani menghadapi kesulitan besar dalam mengangkut hasil panen karena aliran sungai yang tersumbat, sementara hasil tangkapan ikan para nelayan menurun drastis.
“Kami berharap agar Sungai Belayan segera dikeruk sehingga aktivitas kami dapat kembali normal,” lanjutnya.
Yus, salah seorang warga Desa Bukit Layang, mengaku tidak tahu harus melapor ke mana terkait masalah ini. Ia mendesak pemerintah segera bertindak untuk menyelesaikan sedimentasi yang semakin mengkhawatirkan.
“Kami bingung mau mengadu ke siapa. Harapan kami, pemerintah bisa segera turun tangan untuk menormalisasi Sungai Belayan,” harapnya.
Selain mengancam aktivitas ekonomi, sedimentasi juga memperburuk fungsi Sungai Belayan sebagai jalur transportasi dan perdagangan utama bagi masyarakat Kembang Janggut dan sekitarnya. Hingga saat ini, masyarakat dari tiga desa terdampak masih menunggu tindakan nyata dari pemerintah.
Mereka berharap proses normalisasi sungai dapat segera dimulai untuk mencegah kerugian lebih lanjut dan mengembalikan kondisi kehidupan mereka seperti sediakala.
penulis ; bayu