Kutai Kartanegara – Suasana di depan kantor DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara berubah menjadi semangat saat puluhan mahasiswa dari berbagai macam organisasi berkumpul pada Jumat pagi (23/8/2024).
Mereka datang bukan sekadar untuk berdiri dan mendengarkan, tetapi untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Langit yang cerah menjadi saksi saat puluhan mahasiswa mengibarkan bendera organisasi mereka dan dengan suara lantang menuntut agar revisi yang dinilai merugikan demokrasi tersebut dibatalkan.
Mereka dengan tegas meminta semua pihak, terutama para legislator di DPR RI, untuk bisa menghormati keputusan final dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja dikeluarkan beberapa hari sebelumnya.
Keputusan MK itu, yang dituangkan dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 pada 20 Agustus 2024, menetapkan ambang batas pencalonan kepala daerah, yang dianggap mahasiswa sebagai bentuk perlindungan terhadap integritas pemilu.
Para mahasiswa ini tidak datang sendirian. Di tengah-tengah aksi, ada beberapa anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara yang menemui mereka, di antaranya Ketua Fraksi PDI Perjuangan sementara Masniyah, Junaidi, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan sementara, dan Asdar selaku Wakil Ketua Fraksi Golkar sementara.
Suasana yang semula penuh dengan orasi berubah menjadi dialog terbuka. Junaidi, yang berbicara mewakili Fraksi PDI Perjuangan pun, menyatakan bahwa pihaknya sepakat dengan tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa.
Dengan nada tegas, ia menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU Pilkada yang saat ini 1sedang diproses di DPR RI.
“Kami menolak tegas dan mengutuk proses politik yang terjadi di pemerintah pusat,” kata Junaidi. “Kami anggap hal itu merupakan langkah politik yang sangat tidak sesuai dengan harapan bangsa.”
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan meriah dari para mahasiswa yang hadir. Akan tetapi, semangat mereka tidak sepenuhnya terpuaskan. Muhammad Alfian, Koordinator Lapangan dari aksi tersebut, menyatakan bahwa meskipun Fraksi PDI Perjuangan telah mendukung penolakan revisi UU Pilkada, ada kekecewaan karena beberapa fraksi lain, seperti Golkar dan PKS, belum memberikan pernyataan resmi.
“Namun yang menyatakan dukungan tersebut hari ini hanya fraksi PDI Perjuangan saja, beberapa perwakilan rakyat dari partai Golkar dan PKS masih melakukan rapat terkait dukungan putusan MK,” ujarnya.
Aksi ini juga merupakan bagian dari gerakan yang lebih besar, yang diberi nama “Darurat Indonesia,” yang menggema di seluruh negeri sebagai respons terhadap rencana revisi UU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan semangat demokrasi dan keadilan.
Mahasiswa bersama masyarakat umum menilai bahwa revisi tersebut tidak hanya akan mengganggu proses pemilihan, tetapi juga berpotensi melemahkan kontrol terhadap kekuasaan di tingkat daerah.
Keputusan MK yang menjadi landasan aksi ini mengatur bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah harus dihormati dan dipatuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
MK juga mempertegas bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai sesuai dengan putusan tersebut.
Dalam akhir aksinya, para mahasiswa yang hadir menyampaikan pesan terakhir mereka kepada para anggota DPRD dan pemerintah pusat: “Dengarkanlah suara rakyat, dan jangan pernah abaikan harapan mereka.”