Bebaca.id – Amerika Serikat mulai memberlakukan tarif impor sebesar 104% terhadap barang-barang dari China per Rabu (9/4/2025) tengah malam waktu setempat. Meski membuka jalur negosiasi dengan sejumlah negara lain, Washington memilih untuk bersikap tegas terhadap Beijing.
Langkah ini menandai eskalasi terbaru dalam perseteruan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengatakan fokus AS kini adalah memperkuat hubungan dagang dengan sekutu seperti Jepang dan Korea Selatan.
“Negara-negara mitra utama menjadi prioritas kami saat ini,” ujar Hassett dalam wawancara televisi.
Sementara itu, Kepala Negosiator Perdagangan AS, Jamieson Greer, menegaskan bahwa Presiden Trump tidak akan memberikan kelonggaran terhadap China dalam waktu dekat. Ia menyebut tarif tinggi sebagai respons terhadap aksi balasan yang dilakukan Beijing sebelumnya.
“Presiden sudah jelas soal ini. Tidak ada pengecualian untuk saat ini,” kata Greer saat rapat dengar pendapat di Kongres, dikutip dari Reuters.
Pemerintah China mengecam langkah tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan “pemaksaan ekonomi.” Mereka berjanji akan membalas dengan kebijakan serupa. Kementerian Perdagangan China telah menetapkan tarif balasan sebesar 34% terhadap barang-barang dari AS mulai Kamis.
“Jika Amerika terus bersikap keras, China akan melawan sampai titik akhir,” tegas juru bicara kementerian tersebut.
Di sisi lain, AS mulai mengatur langkah negosiasi bilateral dengan sekitar 70 negara yang telah menyatakan minatnya menjalin kerja sama perdagangan baru atau meminta pengecualian dari tarif.
Italia dijadwalkan mengirim Perdana Menteri Giorgia Meloni ke Washington minggu depan untuk membahas masa depan hubungan dagang AS-Uni Eropa. Di Eropa, Komisi Uni Eropa mempertimbangkan tarif balasan sebesar 25% terhadap berbagai produk AS seperti kacang-kacangan dan sosis.
Industri otomotif dan logam Eropa juga mulai merasa tertekan. Para menteri perdagangan Uni Eropa dalam pertemuan di Luksemburg menyampaikan kekhawatiran akan dampak kebijakan AS terhadap perekonomian kawasan.
Kekhawatiran serupa juga datang dari sektor farmasi. Dalam pertemuan dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, perusahaan-perusahaan farmasi memperingatkan potensi relokasi besar-besaran ke AS akibat tarif tinggi.
“Kita harus bersiap untuk segala kemungkinan,” ujar Menteri Perdagangan Prancis Laurent Saint-Martin. “Uni Eropa memiliki instrumen kebijakan yang bisa digunakan jika situasi memburuk.”
Penulis : Yusuf S A